Friday, June 22, 2007

Kajian Utan Kayu dari Jawa Pos

Jumat, 06 Apr 2007,
Maulid Nabi Bersama Watt

Pembaca buku-buku keislaman di Indonesia perlu berbahagia dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW beberapa hari yang lewat. Tahun ini, ada "kado istimewa" yang patut disambut khalayak pembaca Islam. Buku memikat tentang perikehidupan Nabi, Muhammad: Nabi dan Negarawan, karya W. Montgomery Watt, baru terbit dalam bahasa Indonesia.

Buku tersebut merupakan ringkasan dua buku Watt sebelumnya, yaitu Muhammad at Mecca (1953) dan Muhammad at Medina (1956). Buku yang aslinya berjudul Muhammad: Prophet and Stateman (1961) itu diterjemahkan cukup baik oleh salah seorang intelektual Indonesia, Djohan Effendi.

Penulisnya memang seorang orientalis yang sering dijuluki the last orientalist. Tapi, nada umum uraiannya tentang sejarah Nabi bernada sangat simpatik. Maklum, Watt memang mengabdikan hampir seluruh karir akademiknya untuk menjembatani dialog Islam dengan Kristen, bahkan Islam dengan dunia Barat.

Buku itu ikut menambah koleksi buku terjemahan tentang sejarah Nabi yang ditulis sarjana Barat, selain buku Karen Armstrong yang telah terbit beberapa tahun sebelumnya, Sang Nabi: Sebuah Biografi Kritis.

Perbedaannya, Armstong tampak ingin lebih menyelami pergulatan batin Nabi -dan karena itu dia juga memasukkan legenda-legenda yang dalam timbangan sejarah agak meragukan-, sedangkan Watt lebih ketat menapis mana yang fakta dan mana yang legenda. Kalaupun sebuah legenda dimuat, dia segera memberi catatan. Karena itu, buku Watt terkesan "lebih kering"dibandingkan buku Armstrong.

Namun, jangan khawatir. Sebab, seluruh isi buku Watt juga sedang berkisah. Lewat buku tersebut, tanpa sadar kita sedang dibawa Watt untuk mengarungi situasi pada zaman Nabi dengan segenap persoalannya.

Kita diajak menyelami kepribadian Nabi, watak dan perawakannya, kegundahan dan pengendaliannya, diplomasi dan kebijakannya, serta kedudukan dan kepemimpinannya. Pendeknya, buku itu memberikan banyak pencerahan.

Jika memakai kategori intelektual Maroko, M. Abied al-Jabiri, tentang pentingnya mempertimbangkan unsur aqîdah (ideologi), qabîlah (solidaritas sosial), dan ghanîmah (insentif ekonomi), sebagai kerangka penulisan sejarah Islam, tampaknya, Watt sudah menerapkan hal itu secara cerdas dan berhasil.

Faktor aqîdah bisa ditelusuri dari pergulatan batin Nabi dan kehadiran wahyu yang menyertai perjalannya dalam memperjuangkan Islam. Faktor qabilah tampak jelas pada uraian Watt yang sangat memikat tentang konstelasi kesukuan dan puak-puak di Makkah maupun Madinah zaman Nabi.

Sementara itu, faktor ghanîmah tampak pada beberapa penjelasan Watt soal insentif ekonomi yang diharapkan sebagian penganut Islam belakangan jika menganut Islam dan berpihak kepada masyarakat baru yang sedang dibentuk Nabi dengan penuh risiko serta rintangan.

Setelah menguraikan perikehidupan Nabi secara apik dan dengan kronologi peristiwa yang teratur, Watt menyimpulkan, "Ketika Muhammad wafat, negara yang didirikannya sudah seperti perusahaan yang sedang berjalan dan mampu menahan kejutan kepergiannya. Dan, begitu sembuh dari keterkejutan itu, ia meluas dengan kecepatan yang luar biasa (hal 327)."

Untuk mengantisipasi agar bukunya tak dijadikan bahan taklid buta oleh sebagian kaum Muslimin, Watt juga berpesan dengan sebuah pertanyaan: "Mampukah (muslim masa kini) menyaring segi-segi yang universal dari segi-segi yang partikular dalam kehidupan Muhammad, dan dengan demikian membuka prinsip-prinsip moral yang dapat memberi sumbangan kreatif terhadap situasi dunia saat ini?" (hal 324).

Ya, mungkin itulah yang dibutuhkan umat Islam masa kini. Inti agenda kita adalah: bagaimana menjadikan Nabi sebagai teladan, terutama pada aspek-aspek yang universal dan eternal dari ajarannya yang agung, sembari menafsirkan ulang aspek-aspek yang partikular dan situasional pada masanya.

Itulah pergulatan banyak ulama sejak dulu, sehingga Islam layak menjadi rahmat bagi semesta alam dan relevan untuk semua tempat dan semua zaman. (novriantoni)

No comments: